Rabu, 30 Maret 2011

Psikosa postpartum

psikosa postpartum yaitu :
•Suatu periode ketika seorang wanita kehilangan sentuhan dengan kenyataan
Insiden : 1 - 2 wanita per 1.000 (jarang)
Bentuk yang paling berat
sering salah didiagnosis
tingkat bunuh diri 5% dan tingkat pembunuhan bayi 4%.

tanda-tanda psikosa postpartum :
Halusinasi
Delusi
Pikiran yang tidak logis
Insomnia
Menolak untuk makan
Perasaan cemas yg berlebihan
Delirium atau mania
Ingin bunuh diri.

faktor resiko :
riwayat psikosis, gangguan bipolar (GB) atau skizofrenia
riwayat keluarga psikosis, gangguan bipolar, atau skizofrenia
Berulang pada 20 – 50 % kasus. 
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifatepisodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup
Skizofrenia : gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri.
Skizofrenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada
Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan perawatan diri yang buruk

penyebab :

Tidak jelas
Risk factor :
perubahan hormon wanita
kurangnya dukungan sosial dan emosional,
minder karena penampilan postpartum wanita
perasaan tidak memadai sebagai seorang ibu
perasaan terisolasi dan sendirian
mengalami masalah keuangan
mengalami perubahan besar dalam hidup seperti pindahan atau mulai pekerjaan baru.

pengobatan :
Idem dg depressi
Jika diperkirakan menimbulkan ancaman bagi diri sendiri atau orang lain à dirawat di rumah sakit.
Obat2 : anti psikotik, antidepressan dan anti ansietas.



ikterus neonaturum

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Saat ini angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi yaitu 28/1000 kelahiran hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut antara lain penyakit dan semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak langsung. Faktor yang berhubungan langsung pada bayi baru lahir adalah penyakit. Penyakit tersebut sangat beresiko tinggi pada bayi, oleh karenanya perlu mendapat penatalaksanaan yang cepat sehingga angka kematian dan kesakitan dapat diturunkan. Bayi-bayi yang beresiko tinggi salah satunya yaitu kuning atau ikterus. (Nuchsan, 2000)

Penelitian di dunia kedokteran menyebutkan bahwa 70% bayi baru lahir mengalami kuning atau ikterus, meski kondisi ini bisa dikategorikan normal namun diharapkan untuk tetap waspada. Morbiditas tinggi ikterus diawali pada usia – usia minggu pertama. Pada 60% angka kejadian ikterus pada bayi sangat bervariasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo persentase ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9% dari 100.000 kelahiran.

Ikterus adalah wama kuning yang tampak pada kulit dan mukosa, karena adanya penumpukan bilirubin akibat peningkatan kadarnya dalam darah. Ikterus pada bayi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, faktor peningkatan produksi bilirubin (Perdarahan tertutup dikepala akibat trauma lahir, berat badan lahir rendah, hemolisis, inkompabilitas ketidak sesuaian golongan darah ibu dan bayi pada penggolongan resus dan golongan darah ABO, ikterus Asi, gangguan metabolik yang  terganggu), gangguan transportasi bilirubin (hipoalbuminemia), gangguan fungsi hati (karna mikroorganisme), gangguan eksresi (pada intra atau ekstra hepatik) dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (ileus obstruktif, keterlambatan minum, keterlambatan pengeluaran mekonium). (IDAI, 2010)

Dengan seringnya kejadian ikterus Neonaturum pada bayi baru lahir, maka kami mahasiswa tertarik untuk mengambil kasus bayi dengan ikterus neonatorum.

1.2    Tujuan
1.2.1   Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum
1.2.2   Tujuan Khusus
a.    Agar mahasiswa mampu menjelaskan defenisi ikterus neonatorum
b.    Agar mahasiswa mempu menjelaskan jenis dan penyebab ikterus neonatorum
c.    Agar mahasiswa mampu menjelaskan metabolisme bilirubin
d.   Agar mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi, pemeriksaan, dan penatalaksanaan medis

1.3    Manfaat
1.3.1   Bagi Mahasiswa
Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam membuat asuhan kebidanan ikterus neonatorum
1.3.2   Bagi pembaca
Kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi khususnya mengenai ikterus neonatorum








BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1    Definisi
Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membran mukosa, sklera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan bilirubin didalam darah. (IDAI, 2010)
2.2    Jenis Ikterus
1.    Ikterus Fisiologi
Adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut( IDAI, 2010)
a.    Timbul pada hari kedua dan ketiga kelahiran
b.    Kadar bilirubin indirek setelah 48 jam tidak melewati 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan
c.    Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%  perhari
d.   Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%
e.    Ikterus hilang pada minggu pertama dan selambat-lambatnya 10 hari pertama
f.     Tidak mempunyai dasar hubungan dengan keadaan patologi
2.    Ikterus Patologi
Adalah suatu keadaan dimana mempunyai dasar patologi atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia dan mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.    Ikterus terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir
b.    Kadar bilirubin indirek melebihi 10 mg % pada bayi cukup bulan dan 12,5 pada neonatus kurang bulan
c.    Penigkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih
d.   Ikterus menetap setelah bayi berumur 8 hari pada bayi cukup bulan dan 14 hari pada bayi kurang bulan
e.    Ikterus disertai dengan:
1)   Berat badan kurang dari 2000 gr
2)   Masa gestasi kurang dari 36 minggu
3)   Proses hemolisis (Inkompatibilitas darah, Defisiensi G6PD, atau Sepsis)
4)   Infeksi, trauma lahir pada kepala
5)   Hipoglikemia, aspiksia, hipoksia, dan sindrom gawat nafas pada bayi

2.3    Penyebab
1.    Peningkatan produksibilirubin
a.       Hemolisis, misalnya pada inkompabilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah ibu dan bayi pada penggolongan rhesus dan ABO (golongandarah A,B,O)
b.      Perdarahan tertutup dikepala akibat trauma lahir misalnya chefalhematoma
Perlukaan kelahiran kadang-kadang tidak dapat dihindarkan dan paling sering ditemukan pada persalinan yang terganggu oleh satu sebab,penanganan persalinan  secara sempurna  dapat mengurangi frekwensi peristiwa itu. Perlukaan pada bayi mungkin hanya bersifat sementara, tetapi kadang-kadang dapat menimbulkan gejala-gejala lanjut yang dapat menyebabkan cacat atau kematiaan. Perlukaan kelahiran diantaranya adalah perlukaan jaringan lunak seperti Sefal Haematoma. Kelainan ini disebabkan oleh perdarahan subperiostal tulang tengkorak dan terbatas tegas pada tulang bersangkutan, tidak melampaui sutura-sutura sekitarnya. ditemukan 0,5 - 2 % dari kelahiran hidup. Kelainan dapat terjadi pada persalinan biasa tetapi paling sering pada persalinan lama atau persalinan yang diakhiri dengan alat seperti cunam atau ekstraktor vakum. Gejala lanjut yang mungkin terjadi adalah hiperbilirubinemia akibat peningkatan penghancuran haemaglobin yang dapat meningkatkan produksi bilirubin.
c.       Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis
d.      Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 phospatdehidrogenase )
e.       Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3(alfa), 20 (beta), diol (steroid)
f.       Kurangnya Enzim glukoronil transeferase misalnya pada berat badan lahir rendah.

Bayi dengan berat badan lahir rendah harus ditangani dengan baik dengan memperhatikan berbagai masalah diantaranya belum matangnya hepar (immatur) yang dapat menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin sehingga kadar bilirubin indirek meningkat atau mudah terjadi hiperbilirubinemia. Bilirubin merupakan  hasil pemecahan haemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan  darah mengangkut oksigen). Hemoglobin terdapat dalam eritrosit yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Proses pemecahan tersebut menghasilkan haemaglobin menjadi zat heme dan globin dalam proses berikutnya, zat-zat ini akan berubah menjadi bilirubin bebas atau indirect. Dalam kadar tinggi bilirubin bebas ini bersifat racun, sulit larut dalam air dan sulit dibuang, untuk menetralisirnya organ hati akan mengubah bilirubin indirek menjadi direk yang larut dalam air, pada sebahagian bayi baru lahir  hati belum dapat berpungsi secara optimal untuk mengeluarkan bilirubin bebas tersebut.
2.    Gangguan Transportasi
Akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada hipoalbunemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu contohnya sulfadisine.
3.    Gangguan Fungsi Hati
Disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak hati dan sel darah merah seperti infeksi Toksosplasmosis, Siphilis.
4.    Gangguan Ekskresi
Yang terjadi pada intra atau ekstra hepatik.
5.     Peningkatan Sirkulasi
Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada ileus obstruktif, keterlambatan pengeluaran meconium, ileus mekonium, puasa atau keterlambatan minum. Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia sel darah merah. Resirkulasi aktif bilirubin dienterohepatik yang meningkatkan  kadar serum bilirubin tak terkonjugasi disebabkan oleh penurunan bakteri flora normal, aktifitas  beta glucuronidase yang tinggi  dan penurunan motilitas usus halus.

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cendrung mempunyai insiden yang rendah untuk terjadi ikterus.pada bayi yang diberi minum susu formula cendrung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada meconium selama 3 hari pertama kehidupannya dibandingkan bayi yang mendapat ASI, pada bayi yang mendapatkan ASI kadar bilirubin akan lebih rendah pada yang depekasinya lebih sering. (IDAI, 2010)

2.4    Metabolisme Bilirubin
Segera setelah bayi lahir harus mengkonjugasi (merubah bilirubin yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) didalam hati, Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin. Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak tidak mencapai tingkat patologis.
2.5    Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan, kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan, hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh, hal ini dapat terjadi apabila bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksit dan merusak jaringan tubuh, toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak, sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.Kelainan yang terjadi pada otak tersebut adalah kern ikterus, pada umumnya dianggap bahwa kelainan  pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg / dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilrubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat dalam Berat Badan Lahir Rendah, Hipoksia dan Hipoglikemia
1.             Bilirubin ada 2 jenis
a.    Bilirubin inderek :
1)      Belum dikonjugasi
2)      Larut dalam lemak (tidak larut datam air)

b.    Bihrubindirek :
1)      Larut dalam air
2)      Ekskresi melalui usus, bila terdapat obstruksi, ekskresi melalui ginjal

2.6    Pemeriksaan
1.         Penilaian Ikterus Menurut Kramer
2.    Menurut Kramer, ikterus dapat dilihat dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya, untuk penilaian  ikterus kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat sampai lutut, lutut sampai pergelangan  tangan dan kaki, termasuk telapak kaki dan tangan.
3.    Cara pemeriksaan ialah dengan menekan  jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain, kemudian disesuaikan dengan penilaian kadar bilirubin pada tabel dibawah ini. ( Surasmi, 2003 )
Tabel 2.6.1 Penilaian Ikterus Menurut Kramer
Hubungan kadar bilirubine dengan ikterus
Derajat ikterus
Daerah ikterus
kadar bilirubin
( rata-rata )
Aterm
Prematur
1
Kepala sampai leher
5,4
-
2
Kepala sampai leher, badan sampai dengan pusat
8,9
9,4
3
Kepala sampai leher, badan sampai dengan pusat,  badan bagian bawah dan tungkai
11,8
11,4
4
Kepala sampai leher, badan sampai dengan pusat, badan bagian bawah dan tungkai, lengan dan kaki di bawah dengkul
15,8
13,3
5
Kepala sampai leher, badan sampai dengan pusat, badan bagian bawah dan tungkai, lengan dan kaki di bawah dengkul, serta tangan dan kaki
16
14

Bila fasilitas tersedia maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
a.       pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran
b.      Bila ibu mempunyai golongan darah  O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lebih lanjut yang dibutuhkan
c.       Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran
d.      Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui apakah disertai perdarahan

2.7    Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manajemen bayi dengan hiperbilirubin diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Metode therapi pada hiperbilirubinemia meliputi: Foto Terapi, Tranfusi pengganti, infus albumin, terapi obat-obatan
1.                Foto Terapi
Foto terapi merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang menggunakan lampu, lampu yang digunakan tidak boleh melebihi 500 jam dikarenakan untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan lampu. Foto terapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan tranfusi pengganti untuk menurunkan  bilirubin.
Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit (fluorencent light bulbs atau blue light spectrum). Foto theraphy menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekresi biliar bilirubin tak terkonjugasi, hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorbsi jaringan mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi isomer yang disebut foto bilirubin, foto bilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme Difusi, didalam darah foto bilirubin berikatan dengan albumin dan dikirim kehati, foto bilirubin kemudiaan bergerak ke empedu dan di ekresikan kedalam duodenum untuk dibuang bersama feces tanpa proses konjugasi oleh hati.
Hasil foto degenerasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Foto theraphy mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis yang dapat menyebabkan anemia. Secara umum foto theraphy harus diberikan pada bilirubin indirek 4-5  mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di foto theraphy dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan foto terapi propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

Cara melakukan Foto terapi adalah sebagai berikut:
a.    Pakaian bayi dibuka agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar
b.   Kedua mata  dan daerah genetalia ditutup dengan penutup yang memantulkan cahaya
c.    Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40 cm
d.   Posisi  bayi diubah sebaiknya setiap 6 jam sekali
e.    Lakukan pengukuran suhu tiap 6 jam
f.    Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau 24 jam
g.   Lakukan pemeriksaan kadar hemoglobin secara berkala terutama pada pasien yang mengalami hemolisis
h.   Lakukan observasi dan catat lamanya terapi sinar
Kelainan yang mungkin timbul  pada neonatus yang mendapat terapi sinar adalah :
a.    Peningkatan kehilangan cairan yang  tidak terukur.
Energi cahaya Foto terapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi prematur atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi dengan pemberian cairan tambahan.
b.   Frekwensi defekasi meningkat.
Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan pembentukan enzim laktase yang dapat meningkatkan peristaltik usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.
c.    Timbul kelainan kulit  ”flea bite rash”  di daerah muka badan dan                 ekstremitas, kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan.
Dilaporkan pada beberapa bayi terjadi ”bronze baby syndrome”, hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses  tumbuh kembang bayi.
d.   Peningkatan suhu.
Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu tubuh, keadaan ini dapat disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi. Pada bayi prematur fungsi termostat yang belum matang.
Pada keadaan ini fototerapi dapat dilanjutkan dengan mematikan sebagian lampu yang digunakan dan dilakukan pemantauan suhu tubuh neonatus dengan jangka waktu (interval) yang lebih singkat.
e.    Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, letargi, dan Iritabilitas, keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan sendirinya.
f.    Gangguan pada mata dan pertumbuhan.
Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada binatang percobaan. Pada neonatus yang mendapat terapi sinar, gangguan pada retina dan fungsi penglihatan lainnya serta gangguan tumbuh kembang tidak dapat dibuktikan dan belum ditemukan, walaupun demikian diperlukan kewaspadaan perawat tentang kemungkinan timbulnya keadaan tersebut.
2.                Tranfusi Pengganti
Tranfusi pengganti atau imediat di indikasikan adanya faktor-faktor:
a.    Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
b.    Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan 24 jam pertama
c.    Tes Coombs  positif, bayi dengan resiko terjadi kern ikterus
d.   Kadar bilirubin direk lebih besar 3,5 mg/dl pada minggu pertama
e.    Serum bilirubinin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
f.     Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl


Tranfusi pengganti digunakan untuk :
a.    Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak rentan terhadap sel darah merah terhadap antibodi maternal
b.    Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitifikasi (kepekaan)
c.    Menghilangkan serum bilirubin.
d.   Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan bilirubin.
Pada Rhesus Inkompatibilitasi diperlukan tranfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rhesus negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. Setiap 4-8 jam kadar bilirubin harus dicek, hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
3.                Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Pada post natal masih menjadi pertentangan karena dapat menimbulkan efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkanya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika